Filsafat Politik, Masyarakat dan Kebijakan Publik

Diskusi buku Filsafat Politik karya Jason Brennan kembali diselenggarakan. Kali ini sudah memasuki seri ke-4 dengan tema “Filsafat Politik, Masyarakat dan Kebijakan Publik.” Diskusi yang dilakukan via aplikasi zoom ini diadakan oleh Lembaga Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) bekerjasama dengan Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia.

Di seri ke-4 ini panitia mengundang Saraswati Dewi, Muhammad Iksan dan Tantowi sebagai pembicara. Adapun kegiatan ini digelar pada Jumat, 11 September 2020.

Tantowi sebagai pembicara pertama menjelaskan tentang konsep masyarakat menurut Jason Brennan yang terbagi menjadi tiga yaitu lokalisme, nasionalisme dan kosmopolitanisme. Ketiga konsep masyarakat tersebut merujuk ke beberapa aliran filsafat. Sedangkan pembicara kedua yaitu Muhammad Iksan mengawali penjelasannya dengan mengajukan sebuah pertanyaan. “Kenapa filsafat politik membutuhkan ekonomi politik?” Begitu bentuk pertanyaan yang diajukan.

“Saya mencoba menududukkan permasalahannya, yang saya pahami dengan filsafat politik di sini pada dasarnya adalah teori politik. Pada bab terakhir ini ada kaitannya dengan bab 9 yang sebelumnya dibahas oleh Saidiman (pembahasan pada diskusi ke-3) tentang otoritas dan legitimasi. Kata kunci untuk memahami pemerintah adalah otoritas dan legitimasi. Menurut Brennan, pemerintah mengklaim hak monopoli untuk membuat dan memberlakukan aturan dan mereka juga menegaskan bahwa warga Negara memiliki kewajiban moral untuk mematuhi aturan-aturan ini. Jadi kata kuncinya adalah hak monopoli, otoritas dan juga legitimasi,” Jelas dosen Universitas Paramadina tersebut.

Lebih lanjut, Iksan juga menjelaskan bahwa “menurut Brennan yang dimaksud dengan legitimasi adalah kewenangan untuk membuat dan menegakkan aturan atas orang-orang tertentu dalam sebuah wilayah geografis. Sementara otoritas merupakan kekuatan untuk menciptakan kewajiban moral pada orang lain untuk mematuhi aturan-aturan itu. Namun Brennan juga mengingatkan bahwa kita harus berhati-hati ketika membaca filsafat politik penggunaan istilah teknis “legitimasi” dan “otoritas” tidak baku dan terstandarisasi. Beberapa penulis menggunakan istilah tersebut secara berbeda-beda.”

Iksan ingin menjelaskan bahwa sebenarnya Brennan merekomendasikan kenapa kita membaca filsafat politik membutuhkan ekonomi politik? Karena perdebatan antara minimal state dan maximal state adalah kegagalan pasar. Bagi yang setuju dengan maximal state mengkritik kapitalisme dengan kegagalan pasar dan sebaliknya minimal state mengktitik maximal state dengan kegagalan Negara. Oleh sebab itu, membahas tentang filsafat politik yang berkaitan dengan Negara dan kebijakan publik tidak bisa lepas dari ekonomi politik sehingga perlu mempelajarinya.

Pembicara selanjutnya yaitu Saraswati Dewi menjelaskan tentang keterkaitan Pancasila dan teori keadilan di Indonesia. Ia mengambil referensi dari tulisan-tulisan Muhammad Hatta. “Saya berhati-hati sekali dalam menguraikan bagian ini. Karena permintaan untuk menguraikan bagian ini jadi saya mencoba untuk menjelaskannya. Saya mengambil gagasan-gagasan teoritis Hatta soal ekonomi, politik dan keadilan dari tahun 1930-an sampai 1970-an. Saya mencoba melihat Hatta mencoba memecahkan persoalan ketidakadilan dan bagaimana masalah kemiskinan, masalah ketimpangan yang menjadi bagian utama dari tulisan Hatta.”

Di bagian akhir Saraswati Dewi menyimpulkan pendapat Jeson Brennan dalam bukunya bahwa filsafat sebagai instrumen untuk membantu investigasi secara jernih tentang politik, ekonomi beserta teori-teori keadilan. Ia juga mengutip kata-kata Brennan, “Seorang pemikir yang cermat akan selalu mempertimbangkan bagaimana menyeimbangkan kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah, serta keberhasilan pasar dan keberhasilan pemerintah.”

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *