Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil di Mataram, NTB

Sejak tahun 2018, Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia bekerja sama dengan Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Lembaga INDEKS) dan didukung oleh Kementerian Hukum dan HAM RI secara rutin menyelenggarakan Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil. Kali ini, pelatihan tersebut diselenggarakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tanggal 16-18 Juni 2023. Acara ini diikuti oleh 24 peserta yang berhasil terpilih dari 261 pendaftar.

Dalam sambutannya, Ganes Woro Retnani, staf program FNF Indonesia, menyampaikan bahwa pelatihan ini diadakan sebagai wujud komitmen FNF Indonesia dalam pengembangan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Ganes menekankan bahwa kegiatan ini sejalan dengan upaya FNF Indonesia dalam memperjuangkan gagasan demokrasi dan Hak Asasi Manusia di negara ini.

Selain itu, Ganes juga mencatat bahwa pelatihan ini diinisiasi sebagai respons terhadap indeks kebebasan sipil yang belum memuaskan di Indonesia saat ini. Berdasarkan Freedom in the World 2023 yang diterbitkan oleh Freedom House, Indonesia meraih skor 58 dalam kondisi kebebasan sipil dan hak-hak politik, menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya.

Sukron Hadi, Manajer Program Lembaga INDEKS dan Lead Trainer dalam pelatihan ini, berharap bahwa melalui kegiatan ini, peserta akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam advokasi HAM, terutama dalam konteks kebebasan sipil dan hak-hak politik. Selain itu, diharapkan juga terjadi peningkatan kesadaran dan kemampuan analisis peserta terhadap isu-isu kebebasan sipil dan HAM secara umum, serta meningkatnya komitmen mereka untuk mempromosikan hak-hak sipil dan HAM kepada masyarakat luas. Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari dengan Sukron sebagai trainer utama, didukung oleh tiga co-trainer, yaitu Mathelda “Elda” TitihalawaNanang Sunandar, dan M. Fathurrachman dari Lembaga INDEKS.

Pelanggaran Kebebasan Sipil di NTB: Tinjauan Kasus dan Dampaknya

Pada Sesi I pelatihan, Sukron Hadi, sebagai Lead Trainer, meminta peserta untuk melakukan pemetaan konteks kasus pelanggaran kebebasan sipil di NTB. Setiap peserta diajak untuk secara seksama mengidentifikasi dan menganalisis satu kasus pelanggaran kebebasan sipil di NTB, serta memetakan peristiwa, aktor, dan akar masalah yang terkait.

Dari kegiatan ini, diharapkan terjadi peningkatan pada kesadaran peserta terhadap isu-isu kebebasan sipil dan kemampuan analisis mereka terkait dengan lingkungan masing-masing. Pelaksanaan kegiatan ini juga membuka mata kita terhadap fakta bahwa pelanggaran kebebasan sipil di NTB masih terjadi secara signifikan.

Data dari Pusat Data Pengaduan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI melaporkan adanya 10 aduan pelanggaran HAM di NTB pada tahun 2022. Selain itu, laporan dari Setara Institut menunjukkan bahwa selama tahun 2022 terjadi 6 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di NTB. Pada awal tahun 2023, tercatat 5 kasus yang mengancam kebebasan berpendapat di NTB berdasarkan laporan SAFENet NTB.

Selanjutnya, terdapat juga praktik pelanggaran kebebasan sipil yang telah menjadi isu internasional, yaitu praktik pelanggaran kebebasan sipil dalam proses pembangunan dan pembebasan lahan untuk pembangunan sirkuit Mandalika. Kasus ini menjadi perhatian sejumlah peserta pelatihan.

Tak kalah penting, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan sorotan utama. Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (Catahu) 2023 dari Komnas Perempuan menginformasikan bahwa tercatat setidaknya 81 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan kepada berbagai lembaga layanan di NTB. Pada tahun 2021, angka kasus kekerasan mencapai 106.

Dalam konteks ini, pelatihan ini menghadirkan beberapa narasumber ahli. Nuryanti Dewi, Ketua LBH APIK NTB, menyampaikan sesi khusus mengenai Pelanggaran Kebebasan Sipil di NTB dan Isu Perempuan. Jana Dietrich dari Friedrich Naumann Foundation memberikan pandangan tentang kondisi Kebebasan Sipil di Jerman. Dwi Sudarsono, Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, memaparkan tentang “Jaminan Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Kebebasan Sipil dalam Sistem Hukum Indonesia”. Terakhir, M. Isnur, Ketua Pengurus YLBHI, memimpin sesi mengenai “Strategi Advokasi Kebebasan Sipil dan Rencana Aksi”.

pelatihan kebebasan sipil

Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan, dan Komitmen Peserta dalam Advokasi Kebebasan Sipil

Selama periode tiga hari dan dua malam pelatihan, para peserta telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan dan keterampilan mereka terkait dengan isu Kebebasan Sipil dan advokasinya. Pada sesi terakhir, Mathelda, sebagai fasilitator, menyampaikan Rencana Tindak Lanjut kepada setiap peserta, di mana mereka diminta untuk menentukan isu pelanggaran kebebasan sipil yang ingin mereka advokasi di lingkungan mereka. Peserta juga diminta untuk merancang strategi atau mekanisme yang akan digunakan, mengidentifikasi pihak-pihak yang akan diajak berkolaborasi, serta menetapkan tujuan yang ingin dicapai.

Sebagai bukti kemajuan yang dicapai, setiap peserta mempresentasikan rencana aksi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan, para peserta juga telah mengalami peningkatan dalam komitmen mereka untuk mempromosikan kebebasan sipil di lingkungan mereka masing-masing.

Selain itu, untuk mengevaluasi sejauh mana kegiatan pelatihan yang berlangsung selama tiga hari itu mencapai tujuan dan manfaat yang diharapkan, semua peserta diminta untuk mengisi lembar evaluasi kegiatan. Salah satu pertanyaan dalam lembar evaluasi tersebut adalah sejauh mana peserta merasakan manfaat pelatihan ini dalam: (1) peningkatan pengetahuan tentang kebebasan sipil, (2) peningkatan keterampilan dalam advokasi kebebasan sipil, dan (3) peningkatan komitmen untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil.

pelatihan kebebasan sipil

 

Hasilnya menunjukkan bahwa 80% peserta menilai kegiatan ini memiliki dampak “sangat besar” dalam peningkatan pengetahuan mereka terkait kebebasan sipil. Sementara itu, 20% peserta menyebutkan dampaknya sebagai “besar”. Dalam hal peningkatan keterampilan dalam advokasi kebebasan sipil, 80% peserta menyatakan dampaknya sebagai “sangat besar”, sementara 20% peserta menyebutkan dampaknya sebagai “besar”. Terkait dengan peningkatan komitmen untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil, 80% peserta merasakan dampak “sangat besar” dari kegiatan tiga hari ini, sementara 20% peserta menyebutkan dampaknya sebagai “besar”.

Melalui hasil evaluasi ini, dapat disimpulkan bahwa pelatihan ini berhasil memberikan manfaat yang signifikan bagi peserta dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan komitmen mereka dalam advokasi kebebasan sipil.

pelatihan kebebasan sipil

 

Tinggalkan Balasan