Pelatihan Kebebasan Sipil: Respons terhadap Penurunan Demokrasi

JAKARTA – Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia bersama Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) serta didukung oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KEMENKUMHAM) Republik Indonesia sukses melaksanakan Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil di Jakarta pada Jum’at-Minggu, 23-25 Februari 2024.

Sejak 2018, FNF Indonesia bersama lembaga INDEKS berkomitmen dan konsisten mewadahi masyarakat, aktivis, penggiat HAM, jurnalis dan mahasiswa untuk belajar mengenai Advokasi Kebebasan Sipil, yang diadakan di sejumlah kota di Indonesia.

Seperti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan FNF Indonesia dan lembaga INDEKS sebelumnya, antusias pendaftar cukup tinggi. Terdapat 260 pendaftar yang mengisi form pendaftaran kegiatan, namun kuota yang tersedia hanya untuk 24 orang peserta terpilih berdasarkan seleksi yang ketat. Peserta memiliki rentang usia 18-30 tahun dan berlatar belakang beragam.

Nanang Sunandar (Direktur Eksekutif INDEKS) memberikan sambutan

Sambutan pertama ialah yang mewakiliki lembaga INDEKS. Dalam sambutannya, Nanang Sunandar (Direktur Eksekutif Lembaga INDEKS) mengatakan bahwa kita akan selalu komitmen dalam memperjuangkan isu-isu kebebasan, termasuk kebebasan sipil di Indonesia.

“Kita bersama FNF Indonesia & Kemenkumham, bekerja sama untuk mengadakan pelatihan-pelatihan seperti ini, dalam konteks saat ini yaitu Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil,” ujar Nanang.

Tujuannya pelatihan tersebut menurut Nanang, untuk meningkatkan pemahaman betapa pentingnya pemahaman mengenai kebebasan sipil, demokrasi dan HAM.

Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia) memberikan sambutan

Selanjutnya sambutan dari Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia), Ganes mengatakan bahwa FNF berkomitmen dan konsisten dalam meningkatkan pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Ganes menitikberatkan bahwa progam ini sejalan dengan upaya FNF mendukung penguatan demokrasi dan HAM. Dukungan itu diperkuat dengan menyuarakan bahwa penting mempelajari jaminan kebebasan sipil di Indonesia.

Selain itu, Ganes juga mengatakan bahwa pelatihan ini upaya kita merespon atas indeks kebebasan sipil yang belum maksimal di Indonesia.

“Pelatihan ini sebagai respons terhadap indeks kebebasan sipil yang belum maksimal di Indonesia saat ini. Berdasarkan Freedom in the World 2023 yang dirilis oleh Freedom House, Indonesia mendapatkan skor 58/100 untuk kondisi kebebasan sipil dan hak-hak politik,” papar Ganes.

Kemudian data lain yang dipaparkan Ganes, kebebasan sipil di Indonesia menurut The Economist Intelligence Unit Limited 2024, diangka 5.29 ini termasuk kategori flawed democracy.

Sukron Hadi (Lead Trainer) & Mathelda Christy (Co-Trainer)

Sukron Hadi (Lead Trainer dari Lembaga INDEKS) dalam sesi selanjutnya, mengungkapkan bahwa tujuan pelatihan ini untuk memahami, mengetahui, dan mampu memetakan kebebasan sipil di Indonesia. Selain itu, Sukron pada sesi ini membawakan materi tentang “Jaminan Kebebasan Sipil dalam Hukum Hak Asasi Manusia”

Sukron mengajak peserta untuk mengetahui hal-hal fundamental dalam kebebasan sipil, seperti apa definisi HAM. Dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No. 39/1999, “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Sukron Hadi menekankan bahwa, kita dijamin kebebasan sipilnya melalui UU. Termasuk perihal hak asasi manusia. Sedangkan pada sesi selanjutnya, Mathelda Christy (Co-Trainer/Manager Program Lembaga INDEKS) mengatakan bahwa pentingnya nilai dan prinsip etis dalam kebebasan seperti otonomi, keadilan, non-maleficence dan beneficence.

Pelatihan ini menghadirkan tiga narasumber yang kompeten dalam isu advokasi kebebasan sipil seperti Usman Hamid (Direktur Amnesty Indonesia) yang menyampaikan materi “Jaminan Hukum & Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia”. Fatia Mulidiyanti (Mantan Kordinator KontraS) yang menyampaikan materi “Demokrasi, Kebebasan Berpendapat dan Tantangannya di Indonesia”. Kemudian M. Isnur (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) menyampaikan materi tentang “Strategi & Taktik Advokasi”.

Narasumber: Usman Hamid (Direktur Amnesty Indonesia)

Tantangan Kebebasan Berpendapat

Terdapat satu hal yang membedakan pelatihan advokasi kebebasan sipil kali ini dengan pelatihan-pelatihan serupa yang diadakan oleh FNF Indonesia dan Lembaga INDEKS. Pada pelatihan kali ini fokus pada isu kebebasan berpendapat.

Banyak kasus pelanggaran kebebasan berpendapat terjadi sepanjang tahun 2023 terjadi di seluruh Indonesia, dengan pelaporan yang cukup banyak di  DKI Jakarta. Kondisi ini bahayanya  dapat menjalar ke kasus-kasus pelanggaran kebebasan berpendapat di daerah lain di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan pada indeks demokrasi Indonesia, Jakarta mengalami penurunan aspek kebebasan dari 89,27 (2021) menjadi 87,39 (2022).

Fatia Maulidiyanti sebagai penggiat HAM, secara komprehensif memamparkan femonema eksplisit yang dilakukan pemerintah dalam penyempitan ruang sipil di masyarakat berdasarkan teori dan pengalamannya, termasuk dalam hal kebebasan berpendapat.

”Fenomena ekspilisit itu misalnya melakukan pembatasan secara legal, melakukan audit yang sewenang-wenang terhadap masyarakat atau jurnalis, menutup ruang-ruang partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan, dan melakukan pengabaian atas tuntutan kelompok minoritas,” ungkap Fatia.

M. Isnur sebagai ketua YLBHI, memberikan strategi khusus kepada peserta. Strategi terangkum dalam frasa SMART (spesific, measurable, achievable, realistic, time-bound).

“Spesific maksudnya rumusan masalahnya spesifik, kongkrit dan jelas. Measurable maksudnya indikator dan hasilnya jelas. Achievable maksudnya sasarannya dapat digapai, bukan angan-angan. Realistic, maksudnya kita memiliki sumber daya dan akses yang cukup. Time-bound maksudnya, kita harus memiliki target waktu yang jelas,” ujar Isnur.

M. Isnur (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) & Fatia Mulidiyanti (Mantan Kordinator KontraS)

Manfaat Pelatihan bagi Peserta

Salah satu pertanyaan dalam lembar evaluasi itu adalah, “Dibandingkan sebelum Anda mengikuti pelatihan ini, seberapa besar manfaat pelatihan ini terhadap (1) peningkatan pengetahuan Anda tentang kebebasan sipil? (2) pengingkatan ketrampilan Anda dalam advokasi kebebasan sipil? (3) peningkatan komitmen Anda untuk untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil?

Bagaimana hasilnya? 20 peserta menilai bahwa kegiatan ini memiliki dampak “sangat besar” dalam peningkatan pengetahuan mereka terkait kebebasan sipil. 3 peserta menjawab “besar” dampaknya. Adapun 1 peserta menjawab “kecil”.

Survey pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan saat kegiatan (Lembaga INDEKS, 2024)

Respons pada pertanyaan kedua, 20 peserta menjawab “sangat besar” dampaknya bagi mereka terhadap peningkatan keterampilan dalam advokasi kebebasan sipil, setelah mereka tiga hari mengikuti kegiatan pelatihan ini. Adapun 4 peserta menjawab ”besar” dampaknya.

Terhadap pertanyaan ketiga, 20 peserta merasa bahwa kegiatan tiga hari ini memiliki dampak “sangat besar” dalam meningkatkan komitmen mereka untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil.  Adapun 4 peserta menjawab “besar” dampaknya.

Focus Group Discussion (FGD)

Program tersebut didampingi oleh 5 fasilitator diantaranya Sukron Hadi (Lead Trainer/Manajer Keuangan Lembaga INDEKS), Ganes Woro Retnani (Co-Trainer/Program Officer FNF Indonesia), Mathelda Christy (Co-Trainer/Manager Program Lembaga INDEKS), Dedi Irawan (Co-Trainer/Staf Program Lembaga INDEKS), dan Raina Salsabila (Co-Trainer/Student for Liberty).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *