Rancangan Undang-Undang (RUU Cipta Kerja) dihadirkan karena pertumbuhan ekonomi (sebelum covid-19) stagnan di kisaran 5% selama 5 tahun terakhir, permasalahan besarnya angkatan kerja yang menganggur dan realisasi investasi yang belum memuaskan.
Selain karena faktor eksternal, tiga masalah itu disebabkan beberapa faktor internal, dua di antaranya adalah tumpang tindihnya regulasi di mana terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah dan efektivitas investasi yang rendah.
Efektivitas Investasi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara peers lain. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) negara kita di angka 6.8, artinya dibutuhkan investasi sebesar 6,8% dari PDB untuk menghasilkan 1% pertumbuhan ekonomi. Rata-rata negara ASEAN hanya membutuhkan investasi sebesar 5% dari PDB.
Alokasi Investasi perlu diarahkan agar lebih fokus ke sektor-sektor produktif dan berorientasi ekspor, serta mendorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Omnibus Law Cipta Kerja dihadirkan dengan harapan dapat meningkatkan realisasi investasi dan memperbaiki efektivitas investasi sehingga ICOR turun menjadi 6.2 pada tahun 2024.
Selain itu, RUU Cipta Kerja diharapkan bisa menjadi instrumen bagi pemerataan investasi dan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini mengingat, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi yang masuk ke Indonesia, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada semester I 2020, masih mayoritas masuk Pulau Jawa, angkanya mencapai Rp 208,9 triliun atau 51,89% dari total realisasi penanaman modal periode tersebut.
Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) mewawancarai Muhamad Iksan (dosen dan analis kebijakan publik dari Universitas Paramadina dan mahasiswa doktoral Cheng Kung University Taiwan) terkait tantangan dan peluang investasi dan pembangunan ekonomi di Indonesia Kawasan Timur serta peluang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi salah satu instrumen tersebut.
Menurut Anda seperti apa sih peran penting investasi bagi pembangunan ekonomi nasional dan bagi masyarakat?
Saya pakai sudut pandang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu kalau dilihat dari sisi pengeluaran itu formulanya adalah fungsi dari konsumsi ditambah dengan government spending ditambah dengan investasi ditambah dengan eksport dikurangi import. Artinya, investasi menjadi salah satu komponen penting dari pertumbuhan ekonomi. Tapi Indonesia sebagai negara yang tergolong usia muda atau produktifnya banyak, sampai 2045 konsumsi relatif tidak menurun, karena cenderung konsumsinya tinggi.
Saat ini, di era covid-19 ini perilaku konsumsi masyarakat cenderung tidak seperti saat kondisi normal. Untuk itu saat ini fungsi government spending itu sangat penting.
Investasi besar yang masuk ke Indonesia beberapa tahun terakhir ini salah satunya yakni sektor ekstraktif atau pengolahan sumber daya mineral. Dan pemerintah saat ini demi upaya agar hilirisasi terjaga; jadi mineral harus diolah di dalam negeri. Dari studi pembangunan, kebijakan ini sebagai model peran pemerintah lebih dominan. Dulu era Orde Baru, model pembangunannya adalah swasta lebih dominan. Sekarang lebih ke neo-developmental daripada neo-liberal.
Kembali ke pertanyaan, investasi tentu sangat penting bagi pembangunan ekonomi karena ia salah satu komponen pada pertumbuhan ekonomi. Adapun kaitan dampaknya pada masyarakat, investasi jelas memiliki dampak positif. Saya pernah riset ke Morowali dan Sorowako, pada 2019 lalu.
Di Sorowako ada pertambangan Nikel sejak 1960-an. Di perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah itu banyak terdapat cadangan nikel saat ini dikelola oleh PT. Valey.
Menteri Perindustrian berkali-kali mengatakan, jika suatu industri nikel atau lapangan pekerjaan dibuka di satu wilayah, maka ada empat lapangan pekerjaan pendukung lagi yang tercipta. Dari katering, tempat tinggal untuk para pekerja perusahaan. Jadi setiap ada investor yang membuka lapangan pekerjaan baru, itu pasti akan ada efek berlapis-lapis yang menciptakan lapangan pekerjaan pendukung.
Di Sorowako, barang seperempat jadi langsung diekspor. Adapun di Morowali, ada tahap lanjutan pengolahannya. Sehingga mampu menyerap tiga puluh ribuan pekerja. Belum lagi lapangan pekerjaan pendukungnya.
Jadi, investasi jelas berdampak positif secara langsung bagi perekonomian masyarakat.
Seperti apa performa investasi di Indonesia beberapa tahun terakhir ini?
Beberapa tahun ini sebenarnya performa pertumbuhan investasi kita tidak menurun. Hanya saja beberapa tahun terakhir investasi banyak ke se sektor padat modal sehingga penyerapannya pada tenaga kerja tidak terlalu menggembirakan. Seperti Crude Palm Oil (CPO) dan industri ekstraktif nikel yang kurang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Tapi itu pelan-pelan karena kita belum mengambil pengolahan di tengah. Nikel kita kualitasnya sangat bagus dan nikel dari Indonesia dalam bentuk barang seperempat atau setengah jadi itu diekspor ke luar negeri lalu kemudian diimpor ke Indonesia dalam bentuk barang jadi.
Jadi yang perlu dipikirkan pemerintah itu bagaimana mendorong investor untuk produksi pengolahan nikel dalam bentuk barang jadi ini, seperti memberikan keringanan pajak, kemudahan berusaha, iklim bisnis dan ktenagakerjaan yang baik, dsb.
FDI kecendurangannya pada tiga hal. Dua di antaranya, pertama, perusahaan-perusahaan yang menyasar bahan mentah, seperti Freeport. Kedua, perusahaan-perusahaan yang menyasar pasar, seperti perusahaan-perusahaan Jepang.
Tapi investor-investor Jepang sudah menganggap Indonesia bukan tempat yang ramah untuk investasi, peringkat kemudahan berusaha kita di tingkat ASEAN tidak menggembirakan. Perusahaan-perusahaan Jepang masih bertahan di Indonesia karena Indonesia memiliki daya tarik menjadi pasar yang besar, tapi aturan-aturannya menyulitkan. Seperti kewajiban membayar pesangon yang besar bagi pekerja dan tuntutan kenaikan UMR setiap tahun.
Omnibus Law Cipta Kerja salah satu yang diatur adalah terkait ketenagakerjaan yang selama ini aturannya memberatkan pengusaha, seperti kewajiban pesangon yang besar. Tapi RUU Cipta Kerja juga menyangkut tidak hanya soal ketenagakerjaan, banyak hal, seperti isu lingkungan. Nanti kita diskusikan di pertanyaan selanjutnya.
Banyak praktisi hukum seperti Pak Jimly Assidiqie menganggap Omnibus Law ini sebagai terobosan. Praktik menyatukan beberapa peraturan dalam sebuah omnibus law ini juga dilakukan di beberapa negara lain.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi yang masuk ke Indonesia, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada semester I 2020, masih mayoritas ditanamkan di Pulau Jawa (51,89%). Apa sebab Kawasan Timur Indonesia kurang dilirik oleh para investor?
Pada 2012-2014 kami pernah melakukan riset terhadap perusahaan-perusahaan Amerika. Bagi investor Amerika ada 3 hal yang menjadi keluhan investor-investor Amerika di Indonesia. Pertama, Indonesia lemah di infrastruktur. Di Indonesia kawasan timur lebih lemah lagi. Periode lalu, Presiden Jokowi beursaha membenahi infrasrtruktur di sana. Kedua, rendahnya human capital atau sumber daya manusia (sdm). Jika sebuah perusahaan ingin memakai tenaga kerja, seringnya perlu dididik lagi. Karena pendidikan mereka tidak membekali mereka untuk siap kerja. Yang ketiga, terkait regulasi. Peraturan-peraturannya kerap tidak konsisten antara pusat dan daerah.
Perusahaan-perusahaan Amerika yang mengelola bahan mentah seperti Freeport, Newmont dan perusahaan-perusahaan migas mereka tidak terlalu peduli dengan lemahnya infrastruktur dan sdm di Indonesia. Yang paling terpenting bagi mereka adalah jika peraturan-peraturannya konsisten dan tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Bukan hanya faktor internal Indonesia saja yang mempengaruhi investor-investor Amerika tidak terlalu tertarik dengan Indonesia. Tapi juga karena faktor geopolitik juga. Sejak era Trump, perusahaan Amerika tidak lagi terlalu melirik ASEAN. Sekarang perusahaan-perusahaan China yang gencar investasi di ASEAN termasuk Indonesia.
Ada anekdot, jika ingin bernegosiasi investasi dengan China, cukup menggunakan aplikasi Whatsapp, tapi kalau dengan perusahaan Amerika harus bertemu dan mereka membawa pengacara yang banyak.
Selain sumber daya mineral, potensi apalagi yang dimiliki Kawasan Indonesia Timur yang dapat menarik investor?
Secara geografis Kawasan Indonesia Timur cukup strategis untuk menjadi jembatan atau jalur perdagangan untuk membuka pasar ke Filpina, Taiwan, Jepang atau Australia. Pariwisata juga potensi. Tapi harus diwaspadai dampaknya terhadap kerusakan ligkungan ketika sebuah tempat dibuka menjadi industri pariwisata
Tadi sudah disampaikan Mas Iksan, bahwa faktor-faktor utama yang mengundang daya tarik investor di sebuah wilayah adalah kondisi infrastrukur, SDM dan paling penting adalah konsistensi regulasi. Sepenting apa sih peran regulasi bagi investor?
Faktor utama itu tergantung tipologi investornya. Seperti tadi saya sampaikan jika tipe investornya di sektor bahan mentah seperti tambang atau migas mereka sangat butuh peraturan yang konsisten antara peraturan pusat dan daerah. Mereka butuh aturan yang pasti.
Selain itu, masih terkait regulasi, ada bidang-bidang dimana pemerintah tidak perlu campur tangan terlalu jauh atau tidak terlalu ribet. Misalnya, industri pengolahan food and baverage atau perfilman dimana pasar kita sangat besar. Di sektor-sektor itu andai pemerintah lebih menyederhanakan lagi peraturannya. Sekarang Disney lebih tertarik di Singapura padahal pasar terbesarnya di Indonesia. Bayangkan saja, pasar Indonesia besar, jika peraturannya sederhana tentu daya tariknya semakin besar bagi investor.
RUU Cipta Kerja—yang saat ini dalam tahap pembahasan di DPR RI—dihadirkan pemerintah untuk menyederhanakan regulasi terkait usaha yang saat ini tumpang tindih demi memperbaiki iklim usaha dan mendorong investasi sehingga meningkatkan jumlah lapangan kerja; bagaimana pandangan Anda terkait upaya pemerintah melalui RUU Cipta khususnya dalam meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia?
Ada buku menarik berjudul “Insearch of Prosperity” yang ditulis Rodrick. Ada framework menarik. Kalau ingin meningkatkan income suatu negara itu bergantung pada beberapa faktor salah satunya adalah produktivitas. Produktivitas itu penting. Saya setiap melihat investasi bukan hanya dari sisi jumlah berapa banyak investor masuk, tapi juga melihat produktivitasnya. Untuk itu dalam studi saya beberapa waktu lalu, jika ada investasi dari luar negeri masuk saya melihat apakah mereka lebih produktif atau sebaliknya dari pabrik swasta dalam negeri dan BUMN.
Selain itu, masukan dari pihak Kadin China kepada kita, Indonesia perlu melihat bonafiditas investor. Selain bawa modal, investor juga membawa teknologi. Jangan sampai seperti motor-motor merk China tahuan 2000-an yang kualitasnya buruk.
Artinya, mendorong banyak investor masuk itu penting, tapi tidak kalah penting juga memperhatikan hal-hal lain.
Apakah RUU Cipta Kerja bisa menjadi salah satu instrumen bagi Investasi dan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia? Kenapa?
Kalau dikawasan Indonesia Timur masih ada nikel, cadangan mineral dan potensi alam ya mereka pasti akan datang. Selain juga infrastruktur harus diperbaik dan tingkatkan lagi. Bukan hanya jalan dan pelabuhan, tapi juga listrik. Perusahaan-perusahaan seperti Freeport mengeluh bagaimana kami mau membuat smelter kalau listriknya byar-pet. Jika membuat lagi pembangkit listrik membutuhkan modal lagi.
Adapun adanya RUU Cipta Kerja memudahkan izin usaha. Tapi memberikan kemudahan usaha, yang perlu diperhatikan, RUU Cipta Kerja jangan sampai mengabaikan lingkungan. Jangan sampai cadangan nikel kita habis dan lingkungan rusak karena demi investasi dan kemudahan usaha. Jangan sampai anak-cucu kita tidak bisa menikmati sumber daya alam dan keindahannya.
Kondisinya saat ini, untuk menambang batubara bukit diledakkan dan untuk menambang nikel perlu mengambilnya di dalam hutan lindung. Jadi kalau pemerintah abai dalam pengawasan dalam penambangan, hutan lindung terancam habis dan itu habitat anoa, ular, dan flora-fauna lain. Yang membuat miris, salah satu karyawan perusahaan pertambangan pernah bercerita kepada saya, bahwa mereka beroprasi sejak 60-an dan baru tahun 2000-an mereka tahu bagaimana menambang yang memperhatikan atau bertanggung jawab pada lingkungan.
Sebagai akademisi, satu atau dua poin penting yang paling Anda sambut baik dari RUU Cipta Kerja itu apa dan kenapa?
Pertama, tekait kemudahan berbisnis (ease of doing business). Jokowi memang selama ini telah berupaya keras mengupayakan itu dengan memperbaiki iklim berbisnis dan kelihatan hasilnya meningkatkankan ease of doing business. Upaya RUU ini untuk meningkatkan lagi ease of doing business saya nilai sebagai hal yang baik karena semakin mudah maka semakin banyak orang yang berwirausaha dan semakin baik untuk perekonomian Indonesia.
Kedua, terkait ketenagakerjaan atau perburuhan yang selama ini tidak tersentuh. Itu sinyal yang bagus. Tapi yang harus diperhatikan bahwa ketenagakerjaan ini melibatkan dua belah pihak yakni pengusaha dan tenagakerja, untuk itu harus dicari jalan tengah. Selama ini pemerintah kan selalu bilang perannya sebagai wasit di antara dua kepentingan itu. Peran sebagai wasit ini harus dibuktikan.
Beberapa waktu lalu di acara televisi, salah satu pihak kementerian perekonomian mengatakan bahwa dalam RUU Cipta Kerja tidak ada satu pasal yang merugikan pihak buruh, tapi kita tidak bisa mendengar satu pihak saja tentang ketenagakerjaan dalam RUU ini.
Tapi soal ketenagakerjaan dan kepastian peraturannya sangat diperlukan. Kalau kita melihat UU Ketenagakerjaan beban pesangon cukup tinggi, sekian kali gaji. Itu memberatkan pengusaha. Itu harus ditemukan formula yang moderat dan tidak merugikan kedua belah pihak. Misalnya, dengan asuransi kerja bisa menjadi bantalan bagi pekerja yang diberhentikan karena dianggap tidak produktif dan tidak cocok dengan bidangnya. Perusahaan punya hak memberhentikan tapi tetap memliki tanggung jawab memberikan pesangon yang besarannya tidak setinggi sekarang. Di sisi lain pekerja tersebut juga mendapat manfaat dari asuransi ketenagakerjaan, dimana kehidupannya bisa dijamin selama menganggur.
Dalam RUU Cipta Kerja, mengatur hal terkait yang ditawarkan Mas Iksan tersebut. Selain mendapatkan pesangon dari perusahaan tempat bekerja (pasal 156 ayat (1), pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja juga mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (asuransi) yang berupa uang saku 6 bulan, pelatihan kerja dan penempatan kerja.
Itu lah manfaat asuransi ketenagakerjaan yang harus disadari oleh para pekerja. Sebagai pekerja kita harus sadar kemungkinan di depan. Kita tidak tahu apa yang terjadi apakah diberhentikan karena masalah produktivitas kita, atau perusahaan yang bangkrut ataupun masalah covid-19 seperti sekarang.
Tapi maslahnya, asuransi di masyarakat kita belum dianggap sebagai hal yang penting karena kultur kita masih kultur kekeluargaan yang memandang family bisa menjadi bantalan ketika ada masalah.
Jika ada masukan, apa masukan Anda untuk RUU Cipta Kerja yang saat ini mengundang pro dan kontra?
Kenapa pro-kontra, saya melihat persoalan RUU Cipta Kerja dengan mundur beberapa waktu lalu. Sejak pro-kontra revisi UU KPK yang melemahkan KPK dan sikap pemerintah tidak tegas membela KPK dan cenderung mendukung revisi, dukungan masyarakat sipil terhadap pemerintah cenderung melemah. Hal itu berengaruh juga bagaimana sikap masyarakat sipil terhadap usulan pemerintah terhadap RUU Cipta Kerja, jadi melemah.
Selain itu, jika merujuk UU no. 12 tahun 2011, dalam tata cara pembentukan UU itu ada kewajiban untuk melakukan sosialisasi terlebih dahulu, publik diminta pendapatnya terlebih dahulu. Kalau kita percaya esensi demokrasi, proses check and balance itu perlu.
Saya tidak tahu pasti sejauh mana RUU Cipta Kerja dalam prosesnya memenuhi amanat UU no. 12 tahun 2011 itu atau tidak. Kalau tidak melalui proses itu dan dipaksakan disahkan maka nasibnya seperti UU KPK, kredibilitas pemerintah bertambah menurun. Jika demikian, baiknya daripada menerbitkan Omnibus Law, lebih baik seperti beberapa pakar hukum di antaranya Jimly Assidiqie, yang berpendapat untuk mengundang investor bisa dilakukan dengan memperbaiki beberapa UU yang spesifik. Misalnya peraturan tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lebih memberikan keleluasaan bagi investor, terkait ketenagakerjaan, perpajakan atau upah minimum.
Selain itu, saya melihat dalam beberapa kasus, dalam pembuatan UU di Indonesia, ada penumpang gelap yang memiliki kepentingan disahkannya suatu UU. Untuk itu, dalam RUU Cipta Kerja, perlu kita teliti dan kita pertanyakan secara kritis ada tidaknya pihak seperti itu; dan kalau ada, perlu diselidiki siapa gerangan?
Jika ditanya masukan, pertama soal lingkungan, seperti yang tadi sudah saya sampaikan. Jika pemerintah memosisikan diri sebagai wasit, di sini harus jelas peran wasit seperti apa yang dijalankan, apakah yang menjaga kelestarian lingkungan. Pemerintah harus memiliki bekal pengetahuan soal lingkungan. Misalnya, good mining practice. Karena tidak semua perusahaan tambang, terutama perusahaan yang levelnya tidak besar, yang memiliki kesadaran pentingnya good mining practice untuk menjaga kelestarian lingkungan. Meski perusahaan besar atau multinational corporation lebih melek akan hal itu, tapi juga tidak menjamin mereka akan terus berkomitmen pada good mining practice.
Kadin-nya China memberi masukan soal itu. Bahwa banyak perusahaan-perusahaan yang levelnya tidak multinational ini cenderung berani menabrak peraturan-peraturan demi bisa berinvestasi, sehingga membahayakan lingkungan
Untuk itu RUU Cipta Kerja harus memperbaiki fungsi pengawasan bukan malah AMDAL ditiadakan.
Kedua, terkait peran pemerintah daerah. Saat ini sudah desentralisasi. Yang perlu kita kritisi adalah sejauh mana RUU Cipta Kerja kompatibel dengan UU Pemda. Jika disentralisasi terkait izin apakah para pemerintah daerah tidak keberatan karena ini terkait pemasukan daerah juga.